Pekerja wisata Baturraden meratapi nasib usai puluhan penginapan digusur

pekerja-wisata-baturraden-meratapi-nasib-usai-puluhan-penginapan-digusur

RasaNewsBerita-Pekerja wisata Baturraden meratapi nasib usai puluhan penginapan digusur Kawasan penginapan di sisi timur area wisata Baturraden Kabupaten Banyumas, sepi pengunjung sejak awal November lalu. Jalan menanjak baik disisi kiri maupun kanan yang dipadati villa atau hotel kelas melati lengang. Biasanya, tiap akhir pekan menjadi puncak keramaian pengunjung. Tapi pemandangan yang kini hadir justru sebaliknya, beberapa pintu penginapan tertutup rapat bahkan ada pula bangunan penginapan yang sebagian temboknya telah dihancurkan.

Aslim (55) warga Desa Kemutug Baturraden, duduk melamun di halaman Villa Virgo saat ditemui merdeka.com, Kamis (8/12). Laki-laki yang hidup dengan seorang istri dan tiga anak itu, bekerja menjadi penjaga Villa Virgo selama 35 tahun. Pekerjaan yang jadi tumpuan kepastian hidupnya itu terancam hilang.

Pertengahan November, tepatnya Kamis (14/11), ia mendapat informasi mengejutkan. Pemerintah Kabupaten Banyumas melalui surat peringatan yang dikeluarkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menginstruksikan agar penginapan mesti segera dikosongkan.
Aslim pun tak bisa menutupi keresahannya. Ia mengeluh, “Otak wong cilik lagi dikumbah, tapi dengan banyu buthek,” katanya dalam bahasa Banyumas. Ucapan itu berarti bahwa otak orang kecil sedang dicuci, tapi dengan air keruh. Maksudnya, pemerintah mengambil keputusan tanpa memikirkan dahulu nasib orang kecil seperti dirinya.

Ia pun ditimbun sedih, keramaian akhir tahun yang mendatangkan banyak pengunjung ke penginapan sekadar jadi pengharapan tak masuk akal. Senin (5/12), puluhan Satpol PP mendatangi sejumlah penginapan lantas memasang segel kuning di pintu bertuliskan ‘Garis Pembatas Belum Berizin’ dan memasang selembar pemberitahuan bertuliskan ‘Tanah dan Bangunan ini telah diserahkan kembali ke Pemerintah Kab Banyumas’.

Penyegelan itu, ia anggap telah mematikan penginapan dan orang-orang yang menyandarkan hidup sebagai penyangga wisata. Padahal biasanya dalam satu bulan ada 8 kali pengunjung. Pengunjung ini umumnya orang-orang luar kota yang ingin menikmati hawa lereng gunung di Baturraden atau kegiatan organisasi baik mahasiswa atau umum.

“Sudah sebulan lebih penginapan-penginapan di sini kosong blong. Siapa yang mau menginap. Pengunjung-pengunjung takut tiba-tiba diusir Satpol PP,” ujarnya.

Keresahan yang sama juga diungkapkan Sudirno (48), penjaga hotel melati Indrapasta. Ia mengatakan, tak ingin menentang program pemerintah. Tapi ia mengharapkan ada perhatian dari pemerintah yang memikirkan nasibnya karena bakal menganggur tanpa pekerjaan.

Kenyataannya, pemerintah tak mau tahu. Ia bercerita, empat bulan lalu, pemilik maupun karyawan dikumpulkan oleh Badan Keuangan Daerah Banyumas dan diminta mengosongkan vila. Alasannya, masa sewa vila yang berdiri di atas tanah milik Pemkab Banyumas itu telah habis tahun 2014

“Setelah itu muncul Surat Peringatan 1 (SP1) tanggal 14 November dan SP 2 tanggal 24 November. Semuanya tidak ada tanda tangan Bupati Banyumas, tidak ada SP3, tahu-tahu ada tujuh vila yang disegel,” katanya.

Di sisi lain, sebab adanya penyegelan dan pengosongan, pihak penginapan meski membatalkan pemesanan pengunjung untuk perayaan tahun baru. Mau tak mau uang pemesanan mesti dikembalikan. Aslim dan beberapa pekerja di penginapan, sebenarnya ingin meminta kelonggaran kepada Pemkab Banyumas hingga bulan Januari. Sehingga dia dan teman-teman yang senasib bisa mencari rejeki pada malam pergantian akhir tahun.

“Senin (5/12) kemarin puluhan Satpol PP datang langsung menyegel. Saya sempat bertanya tentang surat peringatan yang ketiga. Tapi tidak digubris,” ujarnya pada Merdeka.com.

Adanya penyegelan tersebut, membuat pelaku wisata di kawasan Baturraden berkeputusan menggelar aksi solidaritas penolakan penggusuran 32 vila dan hotel. Mereka membentangkan sejumlah spanduk ‘Menolak Penggusuran Villa’ di jalur wisata menuju kawasan tersebut.

Ketua Paguyuban Jagabaya Baturraden, Amir M mengatakan akibat dari penyegelan tersebut 300 pelaku wisata di kawasan Baturraden terancam kehilangan mata pencaharian. 120 orang di antaranya bekerja sebagai penjaga vila dan hotel. Mereka, mulai dari pedagang, tukang pijat, pemandu wisata sampai perantara penginapan. Kebanyakan pelaku wisata itu, berasal dari 12 desa penyangga wisata Baturraden. Rata rata merupakan warga Desa Kemutug, Karangmangu, Karangtengah.

Amir menilai, semestinya Pemkab Banyumas juga memikirkan solusi sebelum mengusir para pengelola dan pekerja vila di Baturraden. Dia juga meminta kepastian terkait penyegelan tersebut. Pasalnya, Pemkab Banyumas selama ini tidak berkomunikasi dengan para pelaku wisata Baturraden.

“Ini 32 hotel dan vila tidak boleh beroperasi, disegel. Kami pelaku wisata nasibnya jadi terkatung-katung. Pada intinya kami mendukung kalau itu program pemerintah. Tapi ini tidak jelas rencananya seperti apa,” tandasnya.

Dikonfirmasi terkait keluhan-keluhan para pelaku wisata tersebut, Kepala Bidang Pariwisata, Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas, Saptono mengatakan bahwa 32 vila tersebut menempati lahan milik Pemkab Banyumas. Para pemilik vila diminta untuk mengosongkan kawasan seluas 20 hektar tersebut karena akan dilakukan penataan. DED penataan ia katakan sudah ada. Rencananya untuk perluasan lahan parkir, penginapan remaja, motel, dan sentra jajanan dengan areal sekitar 20 hektar.

Saptono mengatakan, penataan kapling vila tersebut ditangani oleh bidang aset Badan Keuangan Daerah Banyumas. Namun, dia mengaku belum ada keputusan terkait rencana pengelolaannya.

“Belum ada keputusan dikelola oleh siapa. Intinya tetap Pemkab Banyumas. Nanti, para pemilik 32 vila dan hotel itu bisa menyewa lagi setelah penataan kawasan selesai,” jelasnya melalui sambungan telepon, Kamis (8/12).

Entah apakah Pemkab Banyumas mendengar suara-suara keluhan para pekerja wisata di kawasan penginapan sisi timur wisata Baturraden. Mereka kini telah menganggur, mendapati kenyataan kawasan yang sebelum ramai kini berbeli hening dan sepi. Dalam keheningan itu mereka merasa lapar dan mereka telah memasang spanduk bertuliskan ‘Tolak Penggusuran Hotel,’ sebagai sikap atas kenyataan pahit yang mereka alami.

Leave a comment